PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Masyarakat banyak mengeluhkan pengambilan BLT di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pekanbaru karena seperti di persulit. Padahal sejumlah persyaratan sudah dipenuhi warga.
Seperti diungkapkan warga Perumahan Ataya 8, Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki bernama Sri Pujiati alias Atik saat mengadu kepada anggota DPRD Riau Dapil Pekanbaru, Agung Nugroho, Jumat (10/7/2020).
Cerita Atik, BLT yang diberikan ditujukan atas nama sang suami. Namun karena suami Atik sedang berada di luar daerah, dirinyalah yang mewakili pengambilan BLT. Bermodal surat kuasa yang di tandatangani RT, RW dan lurah tempat ia tinggal, Atik datang ke BPR Pekanbaru.
"Suami saya sekarang lagi berada di luar daerah. Karena tak bisa pulang, saya dibekali surat kuasa oleh pihak kelurahan bermaterai resmi. Tapi ditolak oleh bank," sebut Atik bercerita.
Lebih jauh diceritakanya, Atik datang ke BPR Pekanbaru yang terletak di Jalan Arifin Ahmad pada tanggal 18 Juni lalu dan mendapatkan nomor antrean 1.339. Namun karena jumlah antrean tak terselesaikan oleh pihak bank, dia disuruh kembali pada tanggal 20 Juni dan ditunda kembali pada tanggal 25 Juni.
"Pada tanggal 25 Juni saya datang siang. Tapi kata petugas giliran nomor antre dirinya pada malam hari. Namun setelah ditunggu, jadwal kembali pada tanggal 27 Juni," ungkapnya.
Setelah datang pada tanggal 27 Juni, justru ia ditolak oleh bank dengan alasan surat kuasa tidak berlaku. Pihak bank tetap meminta KTP milik suaminya yang tertera dalam penerima BLT. Atik sempat menjelaskan bahwa sang suami berada di luar kota. Begitu juga KTP. Akan tetapi pihak BPR tetap memaksakan harus ada KTP asli sang suami.
Saat ditanya alasan mengapa ia tidak bisa menunjukkan KTP suaminya, ia menyebut bahwa sang suami tengah berada di Kalimantan untuk kepentingan pekerjaan. Sehingga KTP harus selalu dibawa ketika harus melewati bandara.
"Saya kira bukan masalah kami saja. Banyak juga warga datang habis waktu untuk bolak-balik ke BPR dan harus meninggalkan pekerjaan. Justru rugi terima uang sebanyak itu, kerja yang lain jadi terbengkalai," tambahnya.
Menanggapi aduan Atik, Agung Nugroho menyebut bahwa seharusnya tidak ada lagi alasan BPR menolak pencairan BLT jika penerima sudah dibekali surat kuasa. Apalagi untuk kasus Atik, surat kuasa yang dibawa resmi dari kelurahan setempat, yang notabenenya kelurahan sendiri merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Kota Pekanbaru.
"Lurah itu kan perpanjangan tangan pemko. Jika memang sudah ada surat kuasa diterbitkan lurah, kemudian pakai materai resmi harusnya tidak ditolak. Nanti saya akan tanya kembali ke Dinas Sosial Provinsi. Kenapa penyaluran BLT di Pekanbaru ini selalu ada persoalan. Saya juga akan minta Dinsos Provinsi selaku pemilik anggaran supaya lakukan evaluasi khusus di Pekanbaru ini," tegasnya.
Diakui Agung, persoalan yang dialami Atik tidak hanya oleh segelintir warga saja. Bahkan yang mengadukam secara langsung kepada dirinya sudah lebih dari 20 orang. Artinya, lanjut dia, ada yang salah dalam mekanisme pencairan BLT oleh BPR Pekanbaru. Sehingga muncul persoalan yang seharusnya tidak menyulitkan masyarakat. Maka dari itu, ia meminta agar Pemko Pekanbaru melakukan evaluasi terhadap BPR.
"Pemko Pekanbaru agar melakukan evaluasi BPR ini. Karena ada saja masalah. Kasihan masyarakat jadi berimbas. Coba hitung berapa ongkos habis bolak-balik, antri berjam-jam. Ulang lagi besok. Begitu selama beberapa hari. Belum capeknya. Ternyata ditolak. Ini ada apa?" tanyanya heran.
Laporan: Afiat Ananda (Pekanbaru)
Editor: Hary B Koriun